SEBENAR NYA INI HANYA LEGENDA ..
DAN. kalo dilihat dari sejarah asli cianjur. cianjur terbentuk oleh bupati Raden Jaya Sasana atau R.A Wiradatanu I adalah
Bupati Cianjur yang pertama. Raden ini merupakan figur pemimpin
yang diangkat arip dan bijaksana. Selain menjadi pemimpin cianjur, ia juga
merupakan kiyai yang menyebarkan agama Islam di wilayah Cianjur. dan beliau mah yang memimpin dan membangun cianjur sampai daerah sukabumi dulu cianjur.. dan mohon maaf bila ada kesalahan.
CERITA RAKYAT ASAL MULA KOTA CIANJUR.
di suatu daerah di
Jawa Barat, sekitar daerah Cianjur, hiduplah seorang lelaki yang kaya raya.
Kekayaannya meliputi seluruh sawah dan ladang yang ada di desanya. Penduduk
hanya menjadi buruh tani yang menggarap sawah dan ladang lelaki kaya tersebut.
Sayang, dengan kekayaannya, lelaki tersebut menjadi orang yang sangat susah
menolong, tidak mau memberi barang sedikitpun, sehingga warga sekelilingnya
memanggilnya dengan sebutan Pak Kikir. Sedemikian kikirnya, bahkan terhadap
anak lelakinya sekalipun.
Di luar sepengetahuan ayahnya, anak Pak Kikir
yang berperangai baik hati sering menolong orang yang membutuhkan pertolongannya.
Salah
satu kebiasaan di daerah tersebut adalah mengadakan pesta syukuran, dengan
harapan bahwa panen di musim berikutnya akan menjadi lebih baik dari panen
sebelumnya. Karena ketakutan semata, Pak Kikir mengadakan pesta dengan
mengundang para tetangganya. Tetangga Pak Kikir yang diundang berharap akan
mendapat jamuan makan dan minum yang menyenangkan. Akan tetapi mereka hanya bisa
mengelus dada manakala jamuan yang disediakan Pak Kikir hanya ala kadarnya
saja, dengan jumlah yang tidak mencukupi sehingga banyak undangan yang tidak
dapat menikmati jamuan. Diantara mereka ada yang mengeluh,”Mengundang tamu
datang ke pesta, tapi jamuannya tidak mencukupi! sungguh kikir orang itu”.
Bahkan ada yang mendoakan yang tidak baik kepada Pak Kikir karena kekikirannya
tersebut.
Di
tengah-tengah pesta, datanglah seorang nenek tua renta, yang langsung meminta
sedekah kepada Pak Kikir. “Tuan, berilah saya sedekah dari harta tuan yang
berlimpah ini”, kata sang nenek dengan terbata-bata. Bukannya memberi, Pak
Kikir malah menghardik nenek tersebut dengan ucapan yang menyakitkan hati,
bahkan mengusirnya.
Dengan
menahan sakit hati yang sangat mendalam, nenek tersebut akhirnya meninggalkan
tempat pesta yang diadakan Pak Kikir. Sementara itu, karena tidak tega
menyaksikan kelakuan ayahnya, anak Pak Kikir mengambil makanan dan
membungkusnya. Kemudian dengan sembunyi-sembunyi dia mengikuti si nenek
tersebut hingga di ujung desa. Makanan tersebut diserahkannya kepada sang
nenek.
Mendapatkan
makanan yang sedemikian diharapkannya, sang nenekpun memakannya dengan lahap.
Selesai makan, dia mengucapkan terima kasih dan mendoakan anak Pak Kikir agar
menjadi orang yang hidup dengan kemuliaan. Kemudian dia melanjutkan
perjalanannya hingga tibalah di salahsatu bukit yang dekat dengan desa
tersebut.
Dari atas bukit, dia menyaksikan satu-satunya
rumah yang paling besar dan megah adalah rumah Pak Kikir. Mengingat apa yang
dialaminya sebelumnya, maka kemarahan sang nenek kembali muncul, sekali lagi
dia mengucapkan doa agar Pak Kikir yang serakah dan kikir itu mendapat balasan
yang setimpal. Kemudian dia menancapkan tongkat yang sejak tadi dibawanya, ke
tanah tempat dia berdiri, kemudian dicabutnya lagi tongkat tersebut. Aneh bin
ajaib, dari tempat ditancapkannya tongkat tersbut kemudian mencarlah air yang
semakin lama semakin besar dan banyak, dan mengalir tepat ke arah desa Pak
Kikir.
Menyaksikan
datangnya air yang seperti air bah, beberapa warga desa yang kebetulan berada
dekat dengan bukitpun berteriak saling bersahutan mengingatkan warga desa,
“banjir!!!”
Penduduk
desa kemudian menjadi panik, dan saling berserabutan ke sana ke mari. Ada yang
segera mengambil harta yang dimilikinya, ada yang segera mencari dan mengajak
sanak keluarganya untuk mengamankan diri. Melihat kepanikan tersebut, anak Pak
Kikir segera menganjurkan para penduduk untuk segera meninggalkan rumah mereka.
“Cepat tinggalkan desa ini, larilah ke atas bukit yang aman” katanya
memerintahkan. Dia menyuruh warga untuk meninggalkan segala harta sawah dan
ternak mereka untuk lebih mengutamakan keselamatan jiwa masing-masing.
Sementara
itu, Pak Kikir yang sangat menyayangi hartanya tidak mau begitu saja pergi ke
bukit sebagaimana anjuran anaknya. Di berpikir bahwa apa yang dimilikinya bisa
menyelematkannya. Dia tidak mau diajak pergi, walau air semakin naik dan
menenggelamkan segala apa yang ada di desa tersebut. Ajakan anaknya untuk
segera pergi dibalas dengan bentakan dan makian yang sungguh tidak enak
didengar. Akhirnya anak Pak Kikir meninggalkan ayahnya yang sudah tidak bisa
dibujuk lagi.
Warga yang selamat sungguh bersedih meliaht
desanya yang hilang bak ditelan air banjir. Tetapi mereka bersyukur karena
masih selamat. Kemudian bersama-sama mereka mencari tempat tinggal baru yang
aman. Atas jasa-jasanya, anak Pak Kikirpun diangkat menjadi pemimpin mereka
yang baru.
Dengan
dipimpin pemimpin barunya, warga bersepakat untuk membagi tanah di daerah baru
tersebut untuk digarap masing-masing. Anak Pak Kikirpun mengajarkan mereka
menanam padi dan bagaimana caranya menggarap sawah yang kemudian dijadikan
sawah tersebut. Warga selalu menuruti anjuran pemimpin mereka, sehingga daerah
ini kemudian dinamakan Desa Anjuran.
Desa
yang kemudian berkembang menjadi kota kecil dan di sebut cianjur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar